Jumat, 29 Mei 2015

Ayahanda

(Sebuah Persembahan Untuk Yang Selalu Memanjakanku)

Hari ini ku abadikan perjalananmu 19 tahun ini
Ayah, ntah apa yang akan ku deskripsikan tentangmu kali ini
Senja di pelupuk mata kita rasakan disepanjang perjalanan
Engkau nampak gembira menceritakan ini itu disepanjang jalan

Maaf ayah, jika selama ini aku hanya bisa membuatmu cemas
Senyum-senyum mungilpun kadang muncul dari bibirku
"mengapa ayah selalu mencemaskanku, dengan usiaku yang udah mencapai 19 tahun ini ?"
Kini aku terjengah, aku sadar kasih sayangmu memang tak akan pernah usai

Ku lihat matamu tak jauh beda dengan mata yang ku lihat setaun yang lalu
Teramat kental cahaya sedu yang ada dibola matamu
 Ingin rasanya aku menepi dan berteduh dihamparan keluh kesahmu ayah
Tapi engkau terlalu angkuh, tak ingin putrimu merasakan kesusahan yang engkau hadapi

Dua tahun ini memang masa-masa pait
Karna cita-citamu kembali menunaikan ibadah dengan ibunda tak kunjung datang
Apalagi engkau membawa jama'ah-jama'ah yang begitu banyak
Tetap gagah menghadapi jurang ini ayah
Kelak batupun akan melebur membuatnya menjadi debu yang tertiup angin

Minggu, 24 Mei 2015

Harapan Terakhir Kawan

Mungkin engkau adalah orang kesekian yang ku buat remuk hatinya
Yang tersakiti oleh tajamnya penaku
Mungkin engkau adalah orang kesekian yang ku buat patah hatinya
Yang tersakiti oleh kejamnya sikapku
Mungkin engkau adalah orang kesekian yang ku buat pedih hatinya
Yang tersakiti oleh kerasnya prinsipku

Aku tau, mungkin untuk beberapa minggu ini engkau merasa hidupmu mati, hatimu rikih, bagaikan kehilangan degup
Aku tau, mungkin untuk beberapa minggu ini akan ada kebisingan dalam pikiranmu yang mudah diserang kesedihan berlebih
Aku tau, mungkin untuk beberapa minggu ini  engkau akan terus menulis puisi , seperti tak ingin melepaskan pelukan lengan-lengan sedihmu

Maaf
Maaf
Maaf

Aku tak memberikan alasan untuk kata maafku, aku tau itu akan menambah remuk hatimu
Aku tak memberikan alasan untuk kata maafku, aku tau itu akan menambah patah hatimu
Aku tak memberikan alasan untuk kata maafku, aku tau itu akan menambah pedih hatimu

Aku berharap , rasa mati hidupmu hanya akan berselang beberapa minggu saja
Aku berharap, rasa kebisingan dalam pikiranmu hanya akan berselang beberapa minggu saja
Dan ini harapanku yang terakhir, lanjutkan menulis puisi tapi jangan kesedihanmu

Tetaplah berproses kawan, kini kau bukan kekasihku melainkan kawan, kader dan sahabat
Jadilah dewasa dan jangan lupa bahagia

Aku Ini Miskin



Ini teruntuk engkau kekasihku, ini yang kau minta bukan? engkau mengharapkan adanya kamu di tulisanku

Engkau tau ini bukan tulisan yang isinya bahagia

Engkau tau ini bukan kisah cinta yang biasa dijalani kaum adam hawa

Aku telah mencoba mencintaimu

Seolah aku tak pernah terluka

Aku telah mencoba nyalakan api untukmu

Seolah aku tak pernah terbakar

Dan aku telah mempertaruhkan segalanya

Seolah aku tak pernah kalah

Engkau tau aku terpaksa melakukannya

Sekarang engkau masih akan menyalahkanku?

Jika cintaku tak tulus

Jika apiku tak membara

Jika Pengorbananku tak menang

Engkau tau jawabannya mengapa tidak seperti yang kau harapkan

Engkau masuk kedalam hati yang didalam hati itu masih ada hati

Aku tak pernah melupakan cintaku

Karna aku tau bukan kamu orang yang bisa menghilangkannya

Sekarang jika engkau mengira aku telah bermain hati dengan orang lain, bukankah itu sudah kulakukan saat kita menjalinnya

Sekarang, jangan cintai aku sedalam ini !

Aku ini miskin hati

Rona muka dan manis senyum dari bibirku, hanyalah duka yang menyamar

Minggu, 10 Mei 2015

Titik Senja

Engkau adalah titik dalam sebuah deskripsi ceritaku
Yang setiap paragrafnya hanya ada spasi  bukan sebuah barisan huruf atau kata
Rasa ingin menepi , itu ada
Tapi sayang sekali, aku telah masuk dalam alenia selanjutnya

Aku hadir dari sebuah ruang kosong yang diciptakan oleh spasi
Yang kehampaannya menembus senja
Tertatih-tatih jalan ku telusuri
Ragaku tersadar, senjalah yang menyamarkannya

Selasa, 05 Mei 2015

Sejarah Usang






Tepat pukul  13:00 kutemukan engkau dipinggir bibir tangga tepatnya di kampus tercinta.
Tubuhku tersontak , mataku terlalu silau untuk sekadar melihat wajah ranummu.
Setengah ragaku lenyap untuk kesekian waktu yang selalu ku impikan, hari ini lah semua itu menjadi nyata.
“ini waktu yang tepat untuk memulai keakraban dulu!” begitu ujarku dalam hati.
Tapi ragaku terlalu pengecut, keberanianku lenyap.
Tak selaras dengan sajak yang selalu ku buat untuknya.
Ke dua mata bola tak berani bertaut, hanya saja aku tau jikalau aku dan engkau telah saling curi pandang .
Ku lihat langkah-langkah kecilmu nampak mendekatiku. 
Tapi keraguanmu lebih megah meracuni pikiranmu.
Engkau memilih perlahan-lahan melangkah mundur dan mengurungkan diri untuk menyapaku.
Senyum kecil muncul dari bibirku.
"engkau pun sama pengecutnya!" lontarku dari relung hati.
Muncul dalam ingatanku yang begitu nyata , engkau pernah berkata:
“bisakah kita jalan berdua dan saling mengobrol di sepanjang  jalan menuju kampus nona?”.
Ingatan yang begitu hangat , serupa menyihir akalku melupakan status yang ku miliki.
Aku yang sekarang adalah kekasih orang dan dia pun sama.
Sejarah usang yang begitu bermakna, yang begitu nyaman untuk dijadikan teduhan sajakku.
.